1.1 Latar Belakang
Kalau diartikan Sejarah lokal
itu semata-mata sebagai sejarah daerah tertentu, maka daerah semacam itu sudah
lama berkembang di Indonesia. Bahkan sejarah yang kita miliki sekarang bermula
dari tradisi sejarah Lokal seperti itu. Hal ini bisa kita hubungkan dengan
berbagai sejarah daerah dengan nama-nama tradisional seperti babad, tambo,
riwayat, hikayat, dsb, yang dengan cara-cara yang khas ( magis mistis )
menguraikan asal usul suatu daerah tertentu.
Tradisi penulisan sejarah
dengan tekanan pada daerah-daerah tertentu masih berlanjut sampai sekarang.
Tradisi penulisan tersebut disebut dengan nama karya sejarah ”amatiran” oleh
kalangan sejarahwan profesional dianggap kurang bermutu dilihat dari disiplin
ilmu sejarah. Namun peranan para amaturis ini sangat besar sekali. Didunia
baratpun peranan amaturis dalam penulisan sejarah Lokal ini sangatlah besar.
Seperti dikatakan oleh P.D. Jordan : “ Berpuluh-puluh tahun karya-karya sejarah
lokal dihasilkan oleh para amaturis, para antikuarian serta para sejarahwan hasil
belajar sendiri yang dengan serampangan mencampuradukan antara fakta dan fiksi
dan fabel dengan cerita bikinan-pen “. Dari pernyataan tersebut diibaratpun
pihat amaturis ini pun dikritik namaun karya-karya mereka bukan tidak
diperhatikan bahkan diusahakan untuk ditingkatkan. Ini berarti karya-karya para
amaturis ini tidak perlu dipermasahlan dan dipandang merusak penulisan sejarah.
Para amaturis telah memberikan
sumbangsih kepada kita karena karya –karya mereka dibuat tidak monoton, mereka
banyak mengangkat unsur kedaerahan bahkan sampai kepada unsur kedaerahan yang
kuno. Di Amerika ada yang namanya” local historical society” sebuah kelompok
pecinta sejarah lokal, mereka tersebar luas di berbagai daerah di Ameriak
Serikat. Namun disini para sejarawan profesional perlu mengadakan bimbingan
terhadap para amaturis ini seperti dikatakan oleh Klark “ suatu situasi
intelektual yang tidak menguntungkan sekarang ini adalah diberikannya
kesempatan bagi meluasnya suatu jurang pemisah antara apa yang disebut dengan kolompok
sejarawan Profesional dan yang amatir.
2.1 Konsep
sejarah lokal
A.
Sejarah
Nasional sebagai Hasil Konsensus
Konsensus
dalam pemakaian istilah sejarah Nasional Indonesia sebagai sejarah wilayah
Republik Indonsia dan Sejarah Daerah sebagai wilayah pronvinsi ditempuh agar
lebih mempemudzh untuk menenamkan suatu karya sejarah. kedua istilah tersebut
memang mengandung unsur anakronis karena indonesia
atau Nasional Indonesia merupakan
suatu Fenomena baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemakaian
SNI untuk membicarakan masa prasejarah hingga awal abad ke-20 merupakan
kesepakatan yang cenderung diterima karena konsensus dan secara normatif, bukan
didasarkan atas logis suject matter,tetapi
tuntunan ideologis. Masa prasejarah hingga pertengahan awal abad ke-20 tidak
menunjukan keindonesiaan, tetapi lebih mencirikan masyarakat yang masih
menunjung tinggi kesukuan (etnisitas) dari pada nasionalitas periode panjang
itu lebih tepat apabila dinamakan sebagai Nusantara dan bukan sejarah indonesia
atau SNI. Masalah anakronis memang cenderung mengacukan antara pengujian
disiplin ilmu sejarah dengan jenjang hirarki daerah secara adminitratif
politik, yang meliputi provinsi, kabupaten, kawedanan, kecamatan, atau desa,
atau kelurahan, yang selalu diposisikan sebagai binarthy opposition dengan
pusat ( Kuntowijoyo, 2001:15)
secara
historis, desa merupakan salah satu jenjang adminitrasitif politik yang telah
memiliki akar kesehterahan dan kebudayaan yang cukup beragam di seluruh
indonesia, tetapi sejak orde baru melakukan penyeragaman dari desa menjadi
kelurahan, maka kekacauan itu semakin bertambah. Desa mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri
yang unik dan menarik karena mereka mempunyai karakteristik masyarakat
berdasarkan latar belakang historisnya.
Jadi,
istilah sejarah daerah sebagai sejarah yang wilayahnya dipertentangankan dengan
nasional atau pula telah memberi pengertian bahwa istilah itu ambigu.Untuk
menjembatani kekacauan konsensus terhadap unsur ruang atau spatial dalam
sejarah lokal, maka ada tiga pengertian, yang meliputi: (1) unit adminitrasi
politis; (2) unit kesatuan etniskultural; dan (3) daerah adminitratif politis bisa
merupakan etniskultural, perlu dipertimbangkan.
B.
Unit
Adminitratif politis
Konsep
pertama adalah unit adminitrasi politis, yang dapat diterima sebagai ruang
sejarah lokal apabila penelitian dan penulisan sejarah itu berkaitan dengan
sejarah politis yang menyangkut wilayah lokal, seperti provinsi, karisedanan,
kabupaten, kawedanan, dan kecamatan, serta kelurahan.
sebagai
contoh, Banyumas sejak 1831 dibentuk kabupaten, kawedanan, dan
kecamatan.pembentukan itu mengandung konsekuensi pengadaban jabatan bupati,
patih, wadana, kolektur, pangulu, mantrpolisi ( Asisten wedana), mantri
kabupaten, mantri cacar, atu jeksa dikalangan pribumi. Banyumas menjadi bagian
daerah mancanegara klien Mataram (
kuta, gedhe, plered, karta, dan surakarta) (Aminudin 2003). onsep mancanegara klien lebih tepat dari pada
karesidenan banyumas.
C.
Unit
Kesatuan Etniskultural
Konsep
yang kedua adalah unit kesatuan etnikultural, yaitu memang bisa diberlakukan
dengan mudah di daerah Banyumas karena pada masa lampau mempunyai identitas masing-masing
sebagai kesatuan etniskultural, misalnya, negara Daerah paguhan ( Padmapuspita,
1966:40 & 42).
Ruang
Banyumas yang begitu karena belum ada data yang mantap mengenai pembagian
wilayah kadang-kadang para penulis historiografi tradisiona menciptakan ruang
yang agak semau-maunya untuk kepentingan legitimasi orang-orang lokal. Konsep
ruang Banyumas dengan penyebutan sepanjang kali lanang. kali lanang adalah sungai serayu sebagai simbol kebanyumasan,
yang wilayahnya meliputi wilayah yangsama seperti Banyumas
Ada
konsep selorong untuk Ruang Banyumas. Ruang yang terakhir ini bersentuhan
dengan kehadiran kota lama Bayumas sebelum dibuka oleh Adipati Warga Utama II
atau Adpati Mrapat. selarong adalah
legenda Pra Banyumas sebagai ruang yang berada disuatu wilayah yang
dikelilingi bukit dan gunung-gunung kecil.
D.
Unit
Adminitratif sebagai kumpulan Etniskultural
Konsep
ketiga adalah unit adminitratif sebagai kumpulan etniskultural, konsep yang
ketiga ini sering tidak disadari bahwa dalam ruang tertentu terdapat dua atau
bebagai etnis. sejarah kabupaten Dayeuhluhur. Masyarakat ini merupakan yang
berbasis kebudayaan sunda.
E.
Kesadaran
sejarah
Berdasarkan
perkembangan sejarah lokal, unit kesadaran historis cenderung bersifat dinamis
dan selalu bergerak. Pusat perkisaran sejarah lokal akan lebih mengarahkan
kepada kelampauan yang khas. dalam memandang sejarah yang ruangnya selalu direlasikan dengan
periodenya.
F.
Sejarah
lokal Istilah Netral dan Tunggal
Istilah
sejarah daerah dan sejarah regional cenderung bias, maka pelu diciptakan
istilah yang bersifat netral dan tunggal ( Abdullah, 1985: 14). Pengertian
lokal mempunyai arti suatu tempat, atau ruang sehingga sejarah lokal menyangkut
lokalitas tertentu yang disepakati oleh para penulis sejarah, atau
sejarawan dengan alasan-alasan ilmiah,
misalnya, suatu ruang temapt tinggal suku bangsa atau subsuku bangsa.
Ruang
sejarah lokal merupakan lingkup geografis yang dapat dibatasi sendiri oleh sejarawan dengan alasan yang dapat
diterima semua orang. Mazhab licerster
menyatakan bahwa sejarah lokal adalah asal usul, pertumbuhan, kemunduran, dan
kejatuhan dari kelompok masyarakat local.
2.2 Hubungan Sejarah
Lokal Dengan Sejarah Nasional
Dalam setudi sejarah
salah satu masalah yang dihadapi oleh sejarawan ialah penentuan kesatuan
kerangka peristiwa yang terjadi pusat perhatianya dalam melihat proses
persambungan peristiwa – peristiwa.
SNI selalu mempunyai
pertalian dengan berbagai tradisi local yang hidup karena pada masa lampau telah
terjadi interaksi dan transaksi sejarah. Interaksi dan transaksi merupakan
perwujudan pertemuan antar sejarah local, yang selanjutnya menjadi peristiwa
yang dikategorikan nasional. Pada prinsipnya, semua peristiwa SNI adalah
peristiwa sejarah local. Peristiwa local yang dinilai mempunyai kadar nasional
itu tergantung dari penafsiran sejarawan atas fakta. Penafsiran itu memang
bersifat subjektif. Namun, peristiwa yang berkadar nasional itu, pada umumnya,
memiliki pengaruh terhadap masyarakat yang lebih luas, tidak hanya berskala
local dan interlokal, tetapi nasional. Itulah mengapa SNI sering mengangkat
peristiwa – peristiwa local menjadi peristiwa – peristiwa nasional. Bisa jadi,
pengangkatan suatu peristiwa local menimbulkan kecemburuan diantara orang –
orang local. Untuk menghindari hal itu, maka sejarwan local dan sejarawan
nasional harus mempunyai kesempatan kriteria local. Kesempatan tersebut juga
merupakan wujud interaksi dan transaksi sejarah.
Dalam SNI terjadi
semacam pembelahan atau pemecahan suatu peristiwa yang berskala nasional
menjadi peristiwa yang sejenis ditingkat local dalam bentuk suatu, atau
beberapa peristiwa.
Sejarawan
mempelajari peristiwa-peristiwa sebagai hasil aktivitas manusia yang lampau.
Tentu saja peristiwa hasil kegiatan manusia bukan dari segi banyaknya, dan
boleh dikatakan diluar kemampuan sejarawan untuk menanganinya, maka sejarawan
perlu menentukan batasan-batasan yang akan membatasi ruang lingkup kegiatanya,
pembatasan itu antara lain bertolak dari tingkat signifikasinya dari peristiwa
dalam konteks tertentu, dengan dasar ini sejarawan membedakan antara yang
disebut“ Kejadian biasa “ dan “ Kejadian Istimewa” atau antara
Kejadian “ Non Historis “ (Untuk yang istimewa.) dalam hubungan
kategori ini , sejarawan terutama akan tertarik dan membatasi diri untuk
berurusan hanya dengan kejadian-kejadian yang dimasukanya dalam katagori
istimewa (Signifikan) salah satu cara lain yang bisa dijadikan dasar
katagorisasi peristiwa sejarah yaitu melihat peristiwa dalam rangka apa yang
disebut sebagai “Unit Sejarah “ (Unit History)
Dijelaskan oleh
Sartono Kartodirdjo, Unit sejarah mengandung pengertian : suatu bagian dari
pengetahuan sejarah yang satu katagori serta bidang yang dapat dipahami
(Intelligible Field) . Unit itu juga merupakan satu kompleks problem-problem,
tema-tema, dan topik-topik yang semuanya ditempatkan dalam pasangan waktu (Time
Setting)
Yang penting dalam
katagori peristiwa sejarah seperti ini ialah adanya kerangka yang mewujudkan
kesatuan yang didalamnya mengandung pola-pola dari fakta-fakta yang berada dlam
satu kerangka tersebut. Juga didalamnya mengandung aspek kesatuan
temporal(waktu) serta kesatuan Spacial (Ruang/tempat) dari rangkaian
peristiwanya.
Aspek kesatuan
temporal antara lain menyangkut babakan waktu atau periodisasi yang didasarkan
atas kreteria tertentubergantung pada pada kreteria kontinuitas maupun
diskontinuitas suatu perkembangan sejarah. Dengan mana rentangan waktu
perkembangan itu hendak dimasukan dalam urutan perkembangan histories tertentu.
Aspek kesatuan Spacial
dari unti historis ini terutama batas kompleksnya peristiwa sejarahyang
bervariasi dengan skop sangat luas sampai unit yang terbatas , yang menjadi
masalah disini kreteria yang digunakan untuk membuat batasan itu. Ada yang
menggunakan aspek kehidupan politik, Ekonomi, serta sosio budaya, tetapi perlu
disadari batas politis bersifat lebih dinamis yaitu berkembang lebih cepat,
yang lebih bersifat statis adalah kategori sosio cultural
Dengan Demikian Unit
–unit histori itu terwujud dari berbagai kategori yang menyebabbkan adanya
variasi lingkup sejarah dari yang melebar/meluas sampai dengan yang menyempit
terbatas. Lingkup histories yang meluas itu sering disebut dimensi
Makro, atau sejarah makro. sedangkan lingkup yang menyempit
terbatas disebut dimensi mikro atau sejarah mikro.
Hubungan dan kedudukan
sejarah local dan sejarah nasional adalah sebagai dimensi unit mikro dari
dimensi unit makro,sehingga kedudukannya tidak bisa dipisahkan dan strategis
dalam penulisan sejarah nasional,demikian hubungan erat antara dimensi makro
dan mikro atau peristiwa-peristiwa sejarah yang bersifat local,sebenarnya hanya
bisa dimengerti dengan baik apabila dihubungkan sejarah nasional.Jadi dengan
demikian dapat menun jukkan sejarah nasional dan sejarah local memiliki
kategori unit historis sendri-sendiri,tetapi tidak bisa dipungkiri adanya
keterkaitan antara peristiwa-peristiwa dalam konteks nasional dan konteks
lokal
Keterkaitan sejarah
nasional dan sejarah local tentu saja bukan harus diartikan bahwa sejarah
nasional itu sendiri adalah semata-mata gabungan dari sejarah-
sejarah tingkat local,tetapi masing-masing lokalitas mempunyai keunikan
sendiri-sendiri.Selanjutnya mengenai eksistensi sejarah local dalam
sejarah nasional antara lain bahwa dalam penulisan sejarah local merupakan
strategis untuk menyusun sejarah nasional,meskipun sejarah nasional derajat
interpedensi antarr unit ; unit sehingga lebih tampak
integrasi/sentrifugal.Sejarah nasional juga kurang dapat dimengerti tanpa
memperhatikan kajian sejarah local,demikian pula sebalikya sejarah nasional
menjadi kerangka referensi bagi sejarah local.Sejarah nasional sering disebut
sebagai macro unit (makro historis) mencakup interaksi antara micro unit
(sejarah lokal),semakin banyak interaksi semakin tinggi derajat intergrasi dari
sejarah nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Priyadi, Sugeng, 2012, Sejarah Lokal : Konsep, Metode dan tantangannya, Yogyakarta. Penerbit
Ombak