SARKOFAGUS
Disusun
oleh :
Nama : Dan Ali
Nim : 2011131015
Semester : 5a
Program Studi : Pendidikan Sejarah
Mata Kuliah : Sejarah Indonesia 1
Dosen Pengasuh : H. Rudi Asri, S.Pd, M.Si
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKA
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2013/2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan
syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya jualah Makalah yang berjudul
Sarkofagus ini dapat diselsaikan walaupun ada beberapa kendala dalam pembuatan
tugas ini namun, saya dapat menyelsaikan tugas ini dengan sebaik mungkin
Adapun harapan saya dalam pembuatan
makalah ini. Yang pertama yaitu untuk memenuhi tugas yang di berikan Oleh Dosen
H. Rudi Asri, S.Pd, M.Si, dan harapan kedua yaitu semoga makalah ini dapat
berguna bagi kita terutama bagi yang membacanya
Dalam penulisan Makalah ini saya
sudah mencoba berbuat yang terbaik dengan beberapa kali melakukan revisi, namun
demikian sebagai makhluk yang daif tidak tertutup kemungkinan adanya kekurangan
dan kehilafan. Justru itu tegur sapa, dan kritik membangun dari semua pihak
tetap akan diterima dengan segala senang hati.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat,
amin yaa robbal ‘alamin.
Terima kasih.
Palembang,November 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia
sudah ada sejak ratusan bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu. Kita bisa
mengetahuinya dari peninggalan-peninggalan bersejarah yang ditemukan.
Peninggalan bersejarah ini berupa benda ataupun. Salah satu benda peninggalan
bersejarah adalah sarkagus.
Sarkofagus merupakan peninggalan
bersejarah yang bernilai tinggi dan sangat penting. Sebab, dengan sarkofagus
ini kita bisa mengungkap sejarah pada masa lalu. sarkofagus ini memang sering
di temukan di beberapa wilayah Indonesia. Contohnya sajah diwilayah Bali,
terutama di sepanjang aliran Sungai Tukad Pakerisan. Pemakaman dengan
sarkofagus ini biasanya diperuntukkan bagi orang yang berpengaruh pada zaman
itu. “hanya kaum bangsawan dan orang yang berpengaruh saja yang menggunakan
peti kubur semacam ini.
Sarkofagus
adalah kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup. Yang pada ujung-ujungnya
terdapat tonjolan. Masyarakat setempat menyebutnya pandusa, sebutan demikian
juga untuk kubur batu yang ditopang batu-batu lain sebagai dinding kubur.
Secara administrasi, Sarkofagus Ampelan terdapat didusun
Pandhusa, desa ampelan, kecamatan Wringin, kabupaten Bondowoso. Lokasi tersebut
dapat dicapai dengan kendaraan roda empat sejauh 13km arah barat laut dari
Bondowoso, sampai desa desa terakhir dan selanjutnya berjalan kaki melalui
jalan setapak naik gunung selama 2jam.
Situs
Sarkofagus tersebut berada disebuah regalan milik pak sal yang sekaligus
menjadi juru pelihara tinggalan dipuncak bukit tersebut. Rumah pak sal juga berada ditegalan yang mengandung
pandusa ini. Luas situs berukuran 40X40 meter, terdapat 7 buah sarkofagus yang
sudah tampak di permukaaan tanah. Kemungkinan maíz ada yang lain yang
terpendam. Sampai saat ini penulis akan mencoba menyajikan data tentang
peninggalan megalitik tersebut.
BAB
II
PERMASALAHAN
1.
Apa pengertian sarkofagus?
2.
Bagaimana
cara penguburan menggunakan sarkofagus?
3.
Dimanakah
penemuan-penemuan sarkofagus di Indonesia?
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Sarkofagus
Sarkofagus
berasal dari kata “sart” artinya “daging” dan “phagein” artinya “memakan”, jadi
sarkofagus secara literleks berarti pemakaman daging. Maksudnya karena mayat
yang di tempatkan di dalam peti lama-kelamaan akan busuk dan lenyap.
Sarkofagus adalah keranda batu atau
peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh
yang diberi tutup. Dari sarkofagus yang di temukan umumnya didalamnya terdapat
mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda
dari perunggu serta besi.
Sarkofagus
sering disimpan diatas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir,
dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri,
sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang
lain dimasukan untuk disimpan diruang bawah tanah.
Sebagian
besar sarkofagus dibuat dari batu padas,yang relatip lunak, Pola-pola pahat
berupa wajah manusia, manusia dalam sikap kangkang dan kemaluan wanita, mungkin
merupakan lambang harapan akan kemakmuran, kesuburan, keselamatan dan kelahiran
kembali khususnya untuk para arwah. Tonjolan yang dipahat dalam bentuk kepala
manusia yang menjulurkan lidahnya dan binatang maksudnya adalah daya pengusir
roh-roh jahat yang dimungkinkan mengganggu roh si mati yang disimpan dalam
sarkofagus. Letak sarkofagus selalu mengarah kehadapan sebuah gunung.
Teristimewa di Bali arah gunung atau yang disebut “kaja” merupakan arah yang
memberikan berkah dan di sanalah dianggap tempat bersemayam nenek-moyang dalam kepercayaan.
Bentuk lainnya perlu diperhatikan. Beberapa jenis
mempunyai bentuk yang mirip dengan perahu. Van Heekeren pernah mengajukan
pendapat bahwa sarkofagus mungkin disebarkan oleh orang-orang yang datang
dahulu datang ditempat-tempat penyebaran mereka dengan perahu dan jika
meninggal, maka mayat mereka diletakkan dalam perahu dan diatas panggung. Kelak
setelah pindah kedaerah pedalaman mereka membuat peti mayat kayu yang
seringkali mirip dengan bentuk perahu serta ditempatkan pula diatas diatas
panggung kayu atau landasan lain. Bahan kayu ini lambat laun diganti dengan
batu
Bentuk yang lain menyimpang dari
bentuk tersebut. Variasi-variasi bentuk dasar sarkofagus merupakan hasil
perkembangan yang telah jauh dari asal mula peristiwa-peristiwa migrasi yang
lampau, akan tetapi bentuk-bentuk yang mirip perahu membuktikan bahwa ingatan
akan peristiwa penting masa lalu itu
masih melekat pada pendukung-pendukung adat sarkofagus. Bentuk-bentuk simetris
yang dipilih untuk sarkofagus itu ialah karena tradisi kebudayaan perunggu,
yang antara lain terkenal akan kekayaan pola-pola hiasan geometrik, telah
meluaskan diri dan menjadi ciri penting untuk masa itu. Tonjolan yang berfungsi
praktis adalah tonjolan yang dipahatkan dengan maksud menjadi alat bantuan pada
waktu pengangkutan.
Berdasarkan penelitian R.P Soejono,
fungsi praktis dari tonjolan-tonjolan sarkofagus sukar diterima, walaupun corak
tonjolannya tebal, polos dan masif.
Fungsi dekoratif digambarkan oleh
tonjolan-tonjolan pepeng berbentuk
lukisan geometrik. Lukisan geometris juga ditemukan secara tergores pada
sarkofagus Besuki, selain mempunyai fungsi dekoratif tanda-tanda geometris pada
suku-suku bangsa tertentu di beberapa bagian dunia mengandung pula arti-arti
sosial, geografis / religius.
3.2 Cara Penguburan dengan menggunakan Sarkofagus
Penguburan dengan sarkofagus rupa-rupanya diselenggarakan
dengan tata cara dan upacara tertentu. Bukti-bukti yang didapat dari penelitien
dan ekskavasi memberikan gambaran bagaimana sebagian dari pelaksanaan penguburan
itu dilangsungkan. Pada zaman perundagian tidak semua mayat dikubur dalam
sarkofagus, khusus golongan terkemuka dalam masyarakat waktu itu dapat mengecap
perlakuan istimewa ini, sebab pembuatan sarkofagus dan pengangkatan
bahan-bahannya memerlukan tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Terutama untuk
mempersiapkan tipe-tipe sarkofagus besar dan sedang diperlukan pengerahan
tenaga manusia.
Penguburan tanpa sarkofagus yang diduga
dari zaman yang sama ditemukan oleh Korn disekitar sarkofagus-sarkofagus di Bali tahun 1930, kemudian oleh
penduduk pada tahun 1958 berturut-turut dilaporkan penemuan-penemuan sejumlah
benda-benda perunggu dengan sisa-sisa tulang manusia. Pada tahun 1960
dilaporkan tentang temuan sebuah rangka terletak membujur didekat sarkofagus dan
pada tahun itu juga sisa rangka dengan dua buah gelang perunggu berukuran
ditemukan di Ubud, Bali. Ini semua cukup membuktikan bahwa hanya
golongan-golongan tertentu terutama golongan pemimpin masyarakat yang
berpengaruh, melaksanakan penguburan sarkofagus. Yang dikubur dalam sarkofagus
di Bali adalah orang-orang dewasa dan
anak-anak. Penguburan anak-anak dalam sikap terlipat dibuktikan oleh sarkofagus
berukuran kecil serta berongga sempit.
Penempatan sarkofagus yang umum ialah
dalam sikap terlipat. Mengenai sikap ini hanya ada beberapa bukti yang di
dokumentasikan dalam fhoto dan masing-masing menunjukkan detail yang berlainan.
Sikap terlipat menurut R.P Soejono mengandung maksud memberi sikap kepada mayat
seakan-akan si mati dalam keadaan siap untuk lahir kembali dalam suatu
kehidupan baru. Sikap terlipat yang diterapkan pada si mayat ini kita jumpai
pada berbagai suku bangsa di Indonesia
timur.
3.3
Penemuan Sarkofagus di Indonesia
Sakofagus
ditemukan di Bali, sarkofagus di Bali pada umumnya berukuran kecil (antara
80-140 cm) dan beberapa yang besar berukuran lebih dari 2 meter. Peneliti utama
adalah P.V. van Stein Callenfels, H.R. van Heekeren, tetapi baru Soejonolah
yang berhasil membuat klasifikasi dan tipologi sarkofagus-sarkofagus yang
ditemukan diseluruh Bali.
Berdasarkan
penelitian-penelitiannya yang di lakukan sejak tahun 1960, sudah dapat di
pastikan, bahwa sarkofagus di Bali berkembang pada masa orang sudah mengenal
bahan logam, mengingat benda-benda bekal kuburnya yang kebanyakan dibuat dari perunggu.
Soejono
telah membagi sarkofagus Bali atas 7 tipe dasar yang masing-masing berkembang
di daerah-daerah Celuk, Angatiga, Bona, Bunutin, Cacang, Ambyarsari dan
Manuaba. Tipe-tipe tersebut adalah :
Ø Tipe
1 (Celuk) : berukuran kecil, wadah/tutup memiliki terampang lintang trapesium,
kaki tinggi sama ukuran, bertonjolan (berbentuk kepala manusia/topeng).
Ø Tipe
2 (Angatiga) : berukuran kecil, wadah/tutup memeiliki penampang lintang separuh
bulat atau separuh bulat panjang, bertonjolan masing-masing di bidang belakang
dan muka wadah/tutup.
Ø Tipe
3 (Bona) : berukuran kecil, wadah/tutup berpenampang lintang separuh bulat atau
separuh bulat panjang yang kadang-kadang meruncing, bertonjolan (berbentuk
kepala manusia/topeng).
Ø Tipe
4 (Bunutin) : berukuran kecil, bertonjolan bentuk kepalah di bidang depan
wadah/tutup sedang bidang wadah/tutup belakang berupa ekor. Di bidang tubuh
wadah/tutup terpahat badan manusia/binatang, dengan tangan dan kaki bersikap
terangkat keatas.
Ø Tipe
5 (Cacang) : berukuran madyia dan tak bertonjolan.
Ø Tipe
6 (Ambyasari) : wadah/tutup berpenampang lintang empat persegi panjang dengan
susunan kerawal berganda sebagai garis atas. Bidang atas tutup dan bidang bawah
wadah dipahatkan dalam bentuk kemaluan Wanita yang distilir.
Ø Tipe
7 (Manuaba) : berukuran besar, bertonjolan sepasang, masing-masing di bidang
samping wadah/tutup
Situs yang lain
juga terdapat di desa Pandusa, Ampelan, Wringin, kabupaten Bondowoso,
Jawa Timur dimana
terdapat sarkofagus
Daftar Sarkofagus didusun pandusa, ampelan, dan wringin
No.
|
Jenis temuan
|
Ukuran (cm)
|
keterangan
|
||
P
|
L
|
T
|
|||
1
|
Sarkofagus-1
|
90
|
60
|
20
|
Pecahan
|
2
|
Sarkofagus-2
|
42
|
25
|
|
Pecah jadi 3 bag.
|
|
|
60
|
60
|
|
|
|
|
90
|
25
|
|
|
3
|
Sarkofagus-3
|
230
|
120
|
37
|
Wadah dan tutup
|
|
|
200
|
105
|
96
|
|
4
|
Sarkofagus(tutup)-4
|
200
|
80
|
40
|
|
5
|
Sarkofagus(wadah)-5
|
230
|
110
|
100
|
|
6
|
Sarkofagus-6
|
60
|
90
|
50
|
Tertutup tanah
|
7
|
Sarkofagus-7(wadah)
|
80
|
50
|
65
|
|
Keterangan :
P : panjang
L : lebar
T : tinggi
Tradisi
megalitik adalah satu tradisi yang menggunakan batu besar, berasal dari masa
prasejarah dan berlatar belakang pemujaan kepada roh nenek moyang. Kenyataan tersebut diatas antara lain ditemukan
disitus-situs megalitik di eropa barat, misalnya skandinavia dan inggris bagian
selatan.
Di Indonesia sering terjadi
penyimpangan, antara lain monumen megalitik banyak didirikan tanpa menggunakan
batu besar dan bahan yang digunakan tidak selalu batu utuh pendirian bangunan
megalitik oleh pendukungnya dimaksudkan sebagai upacara ritual. Upacara ritual
tersebut selalu bertujuan pemujaan kepada roh nenek moyang. Upacara ritual yang
berhubungan dengan sarkofagus tersebut adalah upacara penguburan
BAB
IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka dapat di
simpulkan, bahwa :
1. Sarkofagus
adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya
menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari sarkofagus yang di
temukan umumnya didalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak
persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi. Daerah tempat
ditemukanya sarkofagus adalah Bali dan sebagian ditemukan di desa pandusa, ampelan, wringin, kabupaten bondowoso, Jawa Timur.
2. Fungsi
Sarkofagus
dapat di
simpulkan terhadap tonjolan-tonjolan berbentuk kepala atau topeng dan
pahat-pahatan ”en-relief” tubuh manusia dengan tonjolan-tonjolan berbentuk
kepala dan ekor. Tonjolan-tonjolan berbentuk kepala atau topeng dalam berbagai
corak mengandung maksud tertentu, yaitu untuk mencegah segala macam kekuatan
jahat yang akan mengganggu arwah dalam perjalanannya ke alam baka.
DAFTAR
PUSTAKA
Soejono,
R.P 1977. Sistim-sistim Penguburan Pada Akhir Masa
Prasejarah di Bali. Jakarta.
Universitas indonesia
Soejono,1976. Sejarah Nasional Indonesia 1, jakarta,
Balai Pustaka
Soekmono.R.1992.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I.
Jakarta. Kanisius