animasi





tinggal ketik untuk mencari data

Rabu, 20 November 2013

Perlawanan Sudan Terhadap Inggris - Mesir



Sejarah modern Sudan dimulai pada 1821. Sejak Mohamad Ali, seorang penggagas Mesir modern, menanamkan kekuasaannya didaerah tersebut. Sejak masa itu nasib Sudan ditentukan. Penakluk-penakluk dari utara itu, seperti halnya orang-orang arab beberapa abad yang lalu yang melakukan eksploitasi dengan penuh kekejaman dan korupsi, tetapi disamping itu juga memasukkan peradaban. Kepala pemerintahan diSudan dipegang oleh seorang Gubernur Jenderal, yang harus mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada wali negara Turki yang berkedudukan di Mesir, ialah Kedive. Dibawah pangkat jenderal gubernur ini terdapat Mudir atau gubernur yang menguasai propinsi-propinsi. Tiap propinsi dibagi lagi menjadi distrik-distrik yang masing-masing dikuasai oleh seorang Khasif. Pada 1830 didirikan ibu kota baru di Kartoum oleh pemerintahan gubernur jenderal Khurshid Pasha (1825-1838). Ditinjau dari sudut kepentingan perdagangan dan strategi perang, ibu kota baru ini letaknya lebih tampan daripada ibu kota Sennar, sebab terdapat ditempat pertemuan Sungai nil putih dan sungai nil biru.
Ketika Ismail menjadi Khedive di Mesir, i ingin meluaskan kekuasaannya ke Sudan sebelah selatan. Pada 1869 cita-cita tersebut dilaksanakan dan sebuah pemerintahan dibentuk di Bhar el Ghazal. Kemudian pada tahun berikutnya ia menunjuk Sir Samuel Baker sebagai gubernur jenderal. Baker adalah seorang Inggris, tetapi karena ia pernah melakukan penjelajahan di daerah Sudan, maka ia memiliki pengetahuan yang cukup banyak tentang Sudan. Kepada Baker diperintahkan agar menanamkan kekuasaan Kedive didaerah sebelah selatan Gondokoro, menindas perdagangan budak, memasukkan sistem perdagangan yang teratur, membuka danau-danau besar diAfrika tengah untuk perdagangan dan menghubungkan daerah-daerah yang telah dikuasai itu dengan pos-pos militer.
Baker mulai menjalankan tugasnya. Pada 1871 ia kembali ke Cairo, karena kontraknya sudah habis, dan melaporkan kepada Khedive bahwa ia telah menaklukkan dan “mengamankan” daerah-daerah sejauh Equatoria.
Sebagai pengganti Baker, Ismail menunjuk Charles George Gordon. Sejak 1874 awal ia diangkat sebagai gubernur jenderal di Equatorial Provinces, seluruh daerah disebelah selatan Fashoda. Gordon juga menambah pos-pos militer disepanjang daerah selatan. Banyak sekali kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Pada 1877-1879 ia diangkat menjadi gubernur jenderal untuk seluruh Sudan. Ketidakpuasan dan pemberontakan dibeberapa daerah mulai timbul.
Diantara pemberontakan-pemberoontakan itu yang terbesar dan bersifat umum adalah yang dipimpin oleh Mahdi, meletus pada 1881. Sebab-sebab pemberontakan ini ialah:
1)      Menentang eksploitasi secara besar-besaran baik terhadap kekayaan alam maupun terhadap penduduk.
2)      Tenaga pegawai untuk daerah Sudan ternyata terdiri atas orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sebagian besar pegawai-pegawai itu menganggap tugas ke Sudan sebagai hukuman.
3)      Walaupun kekuasaan Khedive dapat diperluas hingga meliputi Darfur, Equatoria dan pantai laut merah, tetapi untuk melakukan konsolidasi ternyata amat sukar.
Nama sebenarnya dari pemimpin pemberontakan tersebut ialah Mohammad Ibn Al Saiyid ‘Abd Allah, seorang yang mendapat pendidikan islam secara mendalam. Kemudian ia sendiri menjadi guru agama. Bersama pengikutnya yang berjumlah besar, ia bertindak menentang pemerintah Mesir-Turki yang korup, kejam dan sewenang-wenang. Akhirnya ia diakui sebagai al-Mahdi al-Mutazir, yang berarti “pemimpin yang dinantikan”. Keyakinan agamanya dan sikapnya sebagai pemimpin yang tegas dan dinamis, duka-derita rakyat dan keadaan pemerintahan Mesir yang waktu itu dalam keadaan kemerosotan, merupakan faktor-faktor yang memungkinkan Mahdi melangsungkan revolusi selama tiga tahun (1881-1884) dengan hasil yang gemilang.
            Ketika El Obeid jatuh ketangan Mahdi , kota Khartoum berada dalam bahaya. Panglima perang Mesir-Turki pada waktu itu ialah Sulaiman Niyaza Pasha dan Ala’al-Din-Pasha. Pada 1883 Hicks Pasha , seorang kolonel Inggris, didatangkan di Khartoum, diangkat sebagai wakil panglima dan memimpin barisan. Ala’al-Din-Pasha diangkat sebagai gubernur jenderal Sudan. Akan tetapi ekspedisi Hicks inipun mengalami kegagalan dan ini berarti Mahdi menguasai Sudan sebelah barat. Kekalahan tentara Hicks tersebut mengakibatkan pemerintah Cairo ataupun london menjadi khawatir, juga mengakibatkan penduduk yang beridam disekitar Khartoum itu menjadi gentar.
            Ketika pemberontakan Mahdi dimulai, Sudan sebelah Timur tetap seperti biasa, tidak terpengaruh oleh pemberontakan itu. Sebagian besar penduduknya terdiri atas suku Bija yang hanya memiliki persamaan sedikit dengan penduduk disebelah Barat. Mereka tidak sebangsa, bahasa yang dipergunakan juga berbeda. Pengetahuan penduduk Bija tentang agama Islam sangat sedikit.
            Kemudian muncullah seorang pemimpin yang berpengaruh disebelah timur itu, bernama Uthman Diqna. Karena sakit hati disebabkan usaha perdagangan-budaknya ditindas oleh pemerintah, maka ia ingin melakukan pembalasan terhadap pemerintah Mesir-Turki yang pada waktu itu sedang mengalami keruwetan. Ia pergi ke El Obeid menjumpai Mahdi. Oleh Mahdi ia diperintahkan untuk merebut semua bandar-bandar penting dipantai timur dan menutup jalan Suakin-Berber. Uthman Diqna mula-mula juga selalu mendapat sukses. Sinkat diserangnya, kemudian juga Tokar dan Suakin. Kapten Monerieff, R.N. konsul Inggris diSuakin bersama 148 orang dibunuhnya. Dengan ini maka tentara Mesir diserang baik dari jurusan Barat maupun Timur.
            Kemenangan-kemenangan kaum pemberontak dan kekalahan tentara yang dipimpin Hicks mengakibatkan kedudukan Mesir sangat sulit. Membiarkan tentaranya berada dibeberapa kota di Sudan, berarti membiarkan mereka menemui kehancuran. Tetapi menarik kembali tentaranya dari Sudan, berarti merosotkan orestige negerinya baik di mata dunia luar maupun dimata penduduknya sendiri.
            Pada 1883 (september) Sir Evelyn Baring tiba di Mesi. Pada bulan berikutnya ia mengirimkan telegram ke London yang berisi pertanyaan bagaimana jawaban yang harus diberikan apabila pemerintah Mesir minta bantuan kepadanya. Oleh Lord Granville, yang merupakan menteri luar negeri dalam kabinet Gladstone, dijawab agar Baring menolak penggunaan tentara Inggris ataupun India untuk kepentingan Mesir. Juga disarankan agar Baring jangan mendorong opsir-opsir Inggris berjuang sebagai sukarelawan Mesir. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila Baring dimintai nasihat oleh Khedive, hendaknya dijawab bahwa Mesir harus mengosongkan Sudan dalam batas waktu tertentu. Demikianlah pendirian pemerintah di London mengenai masalah Sudan.
            Reaksi pertama dari pemerintah Cairo terhadap kehancuran ekspedisi Hicks, ialah bahwa tentara Mesir akan ditarik kembali dari Sudan sebelah barat dan selatan, akan tetapi mereka akan mempertahankan kota-kota yang belum jatuh ketangan Mahdi, seperti Sennar, Khartoum, dan Kassala. Disamping itu pemerintah Mesir ingin membuka kembali route antara Suakin dan Berber.
            Baring menyarankan kepada Khedive, supaya penaklukan Sudan itu disabarkan dahulu karena penguasaan kembali daerah Sudan dapat dilakukan apabila keadaan keuangan dan tentara Mesir telah mengizinkan. Pada waktu itu Mesir sama sekali tidak mempunyai kekuatan baik berupa uang maupun tenaga.
            Akan tetapi Khedive ingin melaksanakan cita-citanya. Ia mengirimkan jenderal Valentine Baker (saudara Sir Samuel Baker) dengan tentara sebanyak 25000 orang ke Suakin untuk merebut kembali Sinkat dan Tokar. Baker tidak membawa hasil. Kedua tempat tersebut masih tetap digenggam oleh para pemberontak.
            Berbeda dengan pendapat Galdstone, kaum imperialis didalam kabinetnya mengatakan bahwa adalah kewajiban Inggris sebagai konsekuensi terhadap pendudukan Inggris di Mesir untuk bertempur melawan Mahdi. Akan tetapi Galdstone tetap pada pendiriannya semula, karena ia telah menerima laporan dari Baring dan kolonel Stewart tentang keadaan keuangan dan militer di Mesir. Galdstone memerintahkan menjalankan politik menarik diri dan menyetujui pendudukan terhadap dua bandar dipantai Laut Merah ialah Suakin dan Massasua.
            Pada 1884  Gladstone mengirimkan jenderal Charles Gordon Pasha, yang merupakan bekas gubernur jenderal Sudan, ke Sudan untuk menjalankan tugas seperti yang dikehendaki oleh perdana menteri itu. Akan tetapi Gordon mremehkan kekuatan dan pengaruh Mahdi. Dianggapnya bahwa Mahdi hanyalah pemimpin lokal dan memperalat penduduk yang tidak puas terhadap pemerintah Mesir-Turki yang korup dan kejam. Ia menggambarkan keadaan Sudan seperti pada ketika ia masih menjabat gubernur jenderal pada 1877-1879. Ia kenal akan pemerintahan yang jelek di Sudan. Ia tahu tentang reaksi penduduk terhadap pasha-pasha yang korup dan pengumpul pajak yang kurang. Tetapi ia tidak mengerti bahwa di Sudan pada waktu itu telah memiliki seorang pemimpin yang berpengaruh, mempunyai banyak pengikut dan berjuang berdasarkan ikatan agama.
            Setibanya di Cairo ia menemui Khedive, Baring dan pembesar-pembesar Mesir lainnya.  Sekali lagi ditekankan tugas yang dipikulkan padanya, ialah menjalankan politik evakuasi di Sudan. Oleh Khedive ia diangkat sebagai gubernur jenderal. Kemudian ia menuju ke Khartoum. Kedatangannya disambut hangat oleh penduduk dan tentara Mesir-Inggris yang ada di Ibu kota tersebut.
            Selanjutnya Gordon melakukan penyelidikan-penyelidikan. Kemudian ia berpendapat bahwa apabila Khartoum jatuh ketangan Mahdi, maka akan sangat sukarlah kota itu dapat direbut kembali. Oleh sebab itu ia memutuskan bahwa gerakan Mahdi harus ditindas. Maksud ini disampaikan melalui telegram ke London dan Cairo, dan ia minta bantuan tentara beserta perlengkapannya untuk keperluan tersebut.
            Situasi kota Khartoum menjadi sangat kritis. Pengikut Mahdi telah mendekati ibu kota tersebut. Dengan perantaraan surat yang ditulis dalam bahasa Jerman dan Prancis Mahdi minta agar Gordon menyerahkan diri kepadanya. Gordon tidak memberi jawaban. Tidak lama kemudian berita tentang jatuhnya Bhar el Ghazal dan terbunuhnya Stewart dalam pertempuran tersebut sampai di Khartoum. Sekali lagi Mahdi mendesak agar Gordon menyerah tetapi Gordon menjawab, bahwa ia pantang menyerah dan ia berusaha agar dapat meihat munculnya pengaruh Inggris di Sudan. Akhirnya Gordon bersama seluruh tentaranya dikepung oleh kaum Mahdi (1884). Pada malam hari tanggal 25 Januari 1885, Khartoum jatuh ketangan Mahdi. Pemerintah Inggris terpaksa mengirimkan ekspedisi untuk menolong Gordon, akan tetapi terlambat. Gordon dengan seluruh tentaranya terbunuh.
            Berita tentang jatuhnya Khartoum sungguh mendebarkan Ratu Victoria. Gordon disebutnya seorang “Christian Hero”. Juga suara publik Inggris membela kematian Gordon. Reaksi yang keras dari rakyat ini mengakibatkan jatuhnya kabinet Galdstone.
            Setelah Galdstone jatuh maka naiklah Salisbury untuk menjabat sebagai prdana menteri baru, melanjutkan politik Galdstone terhadap Sudan, yaitu menarik tentara dari daerah Sudan. Dengan ditariknya kembali daerah Inggris-Mesir dari Sudan pada 1885, maka berakhirlah pertentangan taraf pertama antara Inggris-Mesir disatu pihak dan Sudan dipihak lain. Politik ini berarti pula bahwa Inggris-Mesir kehilangan daerah Sudan untuk sementara waktu.

            Beberapa bulan setelah Khartoum jatuh, Mahdi meninggal dunia. Pemerintahan Sudan dipegang oleh anaknya, khalifa ‘Abd Allahi el Tarishi. Selama 13 tahun Sudan menjadi negara merdeka. Pada 1896 timbullah perselisihan lagi tentang Sudan. Pertentangan taraf kedua ini akan diuraikan dibawah dalam persoalan krisis Fashoda.