animasi





tinggal ketik untuk mencari data

Rabu, 04 Desember 2013

PENULISAN SEJARAH


Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual dan ini suatu arah yang utama untuk memahami sejarah. Ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka dia mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan. Tetapi yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisanya karena dia pada akhirnya akan menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu peulisan utuh ayng disebut historiografi. Keberartian (signifikansi) semua fakta yang dijaring melalui metode kritik baru dapat dipahami hubungannya satu sama lain setelah semuanay ditulis dalams utu keutuhan bulat historiografi. Di sinilah istilah ini mempunyai arti “penulisan sejarah” karena ada pengertian lain untuk istilh historiografi yaitu “sejarah penulisan sejarah”. Helius Sjamsuddin (2007:156)
Megnenai kemampuan menulis sendiri dapat merupakan bakat, atau juga kemauan dengan latihan tulis-menulis secara terus-menerus. Para sejarawan sendiri menaydari betul bahwa proses menulis itu sendiri adalah suatu kerja keras yang tidak jarang dapat menimbulkan frustasi namun setiap sejarawan pada akhirnya bebas menentukan sendiri cara menulis sehingga menghasilkan karya mandiri yang menjadi tanggung ajwabnya, namun dia menyadari betul bahwa dalam “kebebasannya” itu ketentuan-ketentuan umum yang khusus berlaku bagi setiap sejarawan sebagai patokan-patokan atau rambu-rambu, baik dalam penulisannya maupun dalam penafsirannya.

A. Metodelogi Sejarah
Metodologi berasal dari kata Yunani 'metodos', kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu 'metha' yang berarti melalui atau melewati dan 'hodos' yang berarti jalan atau cara. Menurut Webster metodologi yaitu suatu keseluruhan (body) metode-metode, prosedur-prosedur, konsep-konsep kerja, aturan-aturan, dan postulat-postulat yang digunakan oleh ilmu pengetahuan, seni, atau disiplin; proses, teknik-teknik, atau pendekatan-pendekatan yang dipakai dalam pemecahan suatu masalah atau di dalam mengerjakan sesuatu; suatu atau seperangkat prosedur-prosedur; dasar teoritis dari suatu doktrin filsafat: premis-premis, postulat-postulat, dan konsep-konsep dasar dari suatu filsafat. Suatu ilmu atau kajian tentang metode… menganalisis prinsip-prinsip atau prosedur-prosedur yang harus menuntun penyelidikan dalam suatu bidang (kajian) tertentu (Webster, 1966: 1423).
Sementara itu dalam Kamus The New Lexicon, metodologi mempunyai makna, suatu cabang filsafat yang berhubungan dengan ilmu tentang metode atau prosedur, suatu sistem tentang metode-metode dan aturan-aturan yang digunakan dalam sains (The New Lexicon. 1989: 628).
Metodologi sejarah merupakan suatu prosedur atau metode yang digunakan untuk tahu bagaimana mengetahui. Metodologi sejarah atau 'science of methods' juga berarti sebagai suatu ilmu yang membicarakan tentang cara, yaitu cara untuk mengetahui bagaimana mengetahui peristiwa yang terjadi dimasa lampau (sejarah). Misalnya seorang sejarawan yang ingin mengetahui sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Dia akan menempuh secara sistematis prosedur penyelidikan dengan menggunakan teknik untuk pengumpulan bahan sejarah sehingga dia dapat menjaring informasi yang dia dapatkan selengkap mungkin. Namun hanya sampai itu saja tidaklah cukup bagi seorang sejarawan karena seorang sejarawan harus dilengkapi juga dengan pengetahuan metodologis ataupun teoritis bahkan filsafat. Artinya bagaimana sejarawan itu menggunakan ilmu metode itu pada tempat yang seharusnya sehingga untuk mengetahui bagaimana mengetahui sejarah itu diperlukanlah suatu ilmu yaitu Metodologi Sejarah. Helius Sjamsuddin (2007: 15).
Dalam metodologi sejarah, seorang sejarawan dituntut harus menguasai metode yang digunakan untuk mengetahui peristiwa di masa lampau, untuk mengetahui peristiwa di masa lampau itu maka dilakukanlah penelitian berupa prosedur penyelidikan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sejarah baik berupa arsip-arsip dan perpustakaan-perpustakaan (di dalam atau di luar negeri) maupun dari wawancara dengan tokoh-tokoh yang masih hidup sehubungan dengan peristiwa bersejarah. Mempelajari metodologi sejarah berarti kita juga menguraikan metode penelitian sejarah, sumber sejarah dan penulisan sejarah. Profesor Kuntowijoyo memberi batasan metodologi sebagai ilmu yang membicarakan jalan, bagaimana metodologi sejarah harus dilakukan. Metodologi harus ditempatkan secara benar, membicarakan teori dan konsep-konsep, dan sumber sejarah yang akan digunakan.

B. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya menemukan. Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber berbagai data agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian sejarah masa lampau yang relevan dengan topik/judul penelitian. Untuk melacak sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di berbagai dokumen baik melalui metode kepustakaan atau arsip nasional.
Sejarawan dapat juga mengunjungi situs sejarah atau melakukan wawancara untuk melengkapi data sehingga diperoleh data yang baik dan lengkap, serta dapat menunjang terwujudnya sejarah yang mendekati kebenaran. Masa lampau yang begitu banyak periode dan banyak bagian-bagiannya (seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya) memiliki sumber data yang juga beraneka ragam sehingga perlu adanya klasifikasi data dari banyaknya sumber tersebut.
Dokumen-dokumen yang berhasil dihimpun merupakan data yang sangat berharga Dokumen dapat menjadi dasar untuk menelusuri peristiwa-peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau. Menurut sifatnya ada dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang dibuat pada saat peristiwa terjadi, seperti dokumen laporan kolonial. Sumber primer dibuat oleh tangan pertama, sementara sumber sekunder merupakan sumber yang menggunakan sumber primer sebagai sumber utamanya. Jadi, dibuat oleh tangan atau pihak kedua. Contohnya, buku, skripsi, dan tesis.
Jika kita mendapatkan sumber tertulis, kita akan mendapatkan sumber tertulis sezaman dan setempat yang memiliki kadar kebenaran yang relatif tinggi, serta sumber tertulis tidak sezaman dan tidak setempat yang memerlukan kejelian para penelitinya. Dari sumber yang ditemukan itu, sejarawan melakukan penelitian. Tanpa adanya sumber sejarah, sejarawan akan mengalami kesulitan menemukan jejak-jejak sejarah dalam kehidupan manusia. Untuk sumber lisan, pemilihan sumber didasarkan pada pelaku atau saksi mata suatu kejadian. Narasumber lisan yang hanya mendengar atau tidak hidup sezaman dengan peristiwa tidak bisa dijadikan narasumber lisan.

C. Kritik Sumber
Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas (sistem kartu), agar memudahkan pengklasifikasiannya berdasarkan kerangka tulisan.
Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui kritik ekstern dan kritik intern.
  • Kritik ekstern
Merupakan kritik yang membangun dari luar sejarah, yang dilakukan dengan mencari kebenaran sumber sejarah melalui sejumlah pengujian terhadap berbagai aspek di luar sumber sejarah
  • Kritik internal (uji kredibilitas)
Merupakan kritik yang membangun dari dalam sejarah, yang didasarkan pada arti sebenarnya dari suatu kesaksian.

Perbedaan kritik Ekstern dan Intern dan cara untuk membuktikan keduanya:
1. Kritik Ekstern
·        Kritik Ekstern digunakan untuk memperoleh keabsahan tentang keaslian sumber (otentitas)
·        Kritik ekstern digunakan untuk memperbedakan satu tipuan atau suatu misrepresentasi dari sebuah dokumen yang sejati, karena pemalsuan dokumen dalam keseluruhan atau untuk sebagian, meskipun bukan merupakan suatu hal yang biasa, namun cukup sering terjadi, sehingga seorang sejarawan yang cermat harus senantiasa waspada terhadapnya.
·        Kritik ekstern digunakan untuk usaha menetapkan suatu teks yang akurat yang oleh para ahli filologi disebut “Kritik Teks”, sedangkan didalam studi Injil juga disebut “Kritik Rendah”, sjarawan telah meminjam teknik dari ahli filologi dan kritikus Injil.
·        Kritik ekstern digunakan untuk mereforasi teks, yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa copian teks, untuk kemudian dibandingkan dan dianalisis. Dalam hal ini sejarawan membutuhkan ilmu bantu sejarah, karena pada akhir-akhir ini, ilmiawan sosial seperti ahli pendidikan, anthropologi, psikologi dan sosiologi telah menerbitkan Questionaire, Poll Opinio umum, statistik mengenai penduduk dan perubahan sosial, dsb. Dan kesimpulan yang diperolh dari material semacam itu dan dari apa yang dinamakan “Dokumen Pribadi” atau otobiografi yang dikumpulkan oleh ilmiawan sosial selama ini.
·        Kritik ekstern digunakan untuk mengidentifikasi pengarang dan tanggal.

2. Kritik intern
·        Kritik intern digunakan untuk meneliti keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas)
·        Kritik intern digunakan untuk menganalisis pembuktian kebenaran sebuah fakta sejarah.
·        Kritik intern menggunakan Hipotesa Interogatif, karena hipotesa ini lebih baik dibandingkan dalam bentuk deklaratif, hipotesa interogatif bersifat tidak mengikat sebelum semua bukti selesai diperiksa. Dan sedikit membantu sejarawan untuk memecahkan suatu masalah karena pertanyaan tersebut langsung menuju ke jawaban.
·        Kritik intern digunakan untuk melakukan pencarian terhadap detail khusus daripada kesaksian, karena fakta sejarah harus mengandung empat aspek subyek sejarah, yaitu: aspek biografis, aspek geografis, aspek kronologis, dan aspek fungsionil.
·        Kritik intern digunakan untuk melakukan penilaian pribadi, yaitu kemampuan dan kemauan daripada saksi untuk memberikan kesaksian yang dapat diandalkan, yang ditentukan oleh sejumlah faktor didalam personalitas dan situasi sosial, yang kadang disebut “unsur pribadinya” (personal equation).
·        Kritik intern menggunakan aturan-aturan umum, Dimana seorang sejarawan  adalah penuntut, pembela, hakim, dan juri menjadi satu. Dan sebagai hakim ia tidak mengesampingkan bukti apapun asal relevan. Kesaksian yang  kredibel harus  lulus empat ujian. Dan yang  merupakan subyek pemeriksaan adalah saksi primer dan detailnya, bukan seluruh sumber sebagai keseluruhan.
·        Kritik intern digunakan untuk menganalisis kemampuan untuk menyatakan kebenaran

D. Interpretasi
Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subyektif, harus subyektif rasional, jangan subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.
Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Interpretasi dalam sejarah dapat juga diartikan sebagai penafsiran suatu peristiwa atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa. Sejarah sebagai suatu peristiwa dapat diungkap kembali oleh para sejarawan melalui berbagai sumber, baik berbentuk data, dokumen perpustakaan, buku, berkunjung ke situs-situs sejarah atau wawancara, sehingga dapat terkumpul dan mendukung dalam proses interpretasi.
Dengan demikian, setelah kritik selesai maka langkah berikutnya adalah melakukan interpretasi atau penafsiran dan analisis terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber. Interpretasi dalam sejarah adalah penafsiran terhadap suatu peristiwa, fakta sejarah, dan merangkai suatu fakta dalam kesatuan yang masuk akal. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainnya dapat disusun dan dihu-bungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal.
Bagi kalangan akademis, agar dapat menginterpretasi fakta dengan kejelasan yang objektif, harus dihindari penafsiran yang semena-mena karena biasanya cenderung bersifat subjektif. Selain itu, interpretasi harus bersifat deskriptif sehingga para akademisi juga dituntut untuk mencari landasan interpretasi yang mereka gunakan. Proses interpretasi juga harus bersifat selektif sebab tidak mungkin semua fakta dimasukkan ke dalam cerita sejarah, sehingga harus dipilih yang relevan dengan topik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah.

E. Historiografi
Historiografi adalah penulisan sejarah. Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. Menulis kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian.
Untuk itu, menulis sejarah memerlukan kecakapan dan kemahiran. Historiografi merupakan rekaman tentang segala sesuatu yang dicatat sebagai bahan pelajaran tentang perilaku yang baik. Sesudah menentukan judul, mengumpulkan bahan-bahan atau sumber serta melakukan kritik dan seleksi, maka mulailah menuliskan kisah sejarah.
Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal itu merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu.
Selain kedua hal tersebut, penulisan sejarah, khususnya sejarah yang bersifat ilmiah, juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah umumnya.
a)      Bahasa yang digunakan harus bahasa yang baik dan benar menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Kaya ilmiah dituntut untuk menggunakan kalimat efektif.
b)      Merperhatikan konsistensi, antara lain dalam penempatan tanda baca, penggunaan istilah, dan penujukan sumber.
c)      Istilah dan kata-kata tertentu harus digunakan sesuai dengan konteks permasalahannya.
d)      Format penulisan harus sesuai dengan kaidah atau pedoman yang berlaku, termasuk format penulisan bibliografi/daftar pustaka/daftar sumber.

Kaidah-kaidah tersebut harus benar-benar dipahami dan diterapkan, karena kualitas karya ilmiah bukan hanya terletak pada masalah yang dibahas, tetapi ditunjukkan pula oleh format penyajiannya.